An-Najah.net – Langkah ideal menepis kegundahan. Imam Syafi’i pernah ditanya, “Manakah yang lebih utama bagi seseorang; apakah diberi tamkin (kemenangan) oleh Allah Ta’ala ataukah diberi ujian?”. Beliau menjawab, “Seseorang tidak akan diberi kemenangan oleh Allah ta’ala hingga ia diberi ujian terlebih dahulu.” (Al-Jihad wal Jihad, Syaikh Umar bin Mahmud Abu Umar, hal. 68)
Saudaraku, ujian demi ujian telah menimpa umat ini. Dari yang ringan di rasa hingga yang berat sekalipun telah dialami oleh umat ini. Di antara kaum muslimin ada yang sadar, dan kemudian terbangun dari kelalaian dan kelengahannya selama ini.
Salah Kaprah
Namun tidak sedikit juga mereka yang memanfaatkan ujian ini untuk meraup keuntungan materi duniawi yang tidak berarti. Dalam benak mereka hidup hanya sekali dan jangan disia-siakan kesempatan emas ini. Maka semakin beratlah beban yang akan dipikul oleh umat ini.
Orang-orang yang rapuh ruhiyah dan lahiriyah-nya dari tarbiah dan tasfiyah yang benar akan menganggap ujian sebagai malapetaka yang besar. Hingga akhirnya mereka lari dari jalan yang selama ini mereka perjuangkan. Mereka lari dikarenakan tipisnya perasaan teguh dan kecilnya persangkaan baik kepada Allah Ta’ala.
Adapun mereka yang berjiwa hanif akan mejadikan ujian sebagai karunia terbesar dari Allah Ta’ala. Yang dengan ujian-ujian tersebut Allah Ta’ala ingin mengangkat derajatnya di sisi-Nya. Kekuatan, kecemasan, kelelahan dakwah dan jihad, ancaman, buronan dan selainnya adalah permata-permata indah yang menghiasi setiap langkah perjuangannya.
Kerenanya, setiap ujian yang selama ini kita hadapi merupakan pelajaran berharga untuk menyusun langkah yang lebih ideal dan mengevaluasi setiap kenerja ‘amal jama’i’ yang sela ini digeluti. Berikut akan kami paparkan beberapa sikap yang harus kita pegang dengan kuat untuk menghadapi pasang-surutnya langkah perjuagan ini.
1. Jangan Sampai Niat Bergeser
Niat yang iklas adalah senjata paling ampuh untuk menumbangkan segala kegundahan dan kerisauan. Kerja keras memang butuh penilaian dan penghargaan. Namun karena kurangnya keihklasan, tidak sedikit para pengamban din salah menilai. Banyaknya pendukung dan pengikut dianggap sebuah keberhasilan dan kesuksesan. Dan banyaknya celaan dan cacian dianggap kemuduran dan ketidakberuntungan dalam perjuangan.
Saudaraku, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan Katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S At-Taubah: 105)
2. Tsiqoh Kepada Allah Ta’ala Dan Rasul-Nya
Saudaraku, Tsiqoh (teguh keyakinan) kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya merupakan obat paling ampuh untuk mengobati berbagai macam penyakit yang diderita oleh umat ini. Baik individunya maupun jamaahnya. Kurangnya rasa Tsiqoh kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya mengakibatkan umat ini jauh dari amal-amal islami. Padahal jika umat ini telah jauh dari amal-amal islami maka umat ini akan mudah untuk dipalingkan dari kebenaran, dan lebih dari itu sangat mudah untuk dikuasai oleh musuh-musuh mereka.
Rasulullah pernah bersabda, “Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya:
Pertama, tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka.
Kedua, tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim.
Ketiga, tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan.
Keempat, tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya.
Kelima, dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka.” (HR Ibnu Majah 4009)
Saudaraku, inilah gambaran musibah yang akan dipikul umat ini lantaran mereka meninggalkan amal-amal islami, meremehkannya, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang berusaha untuk mengubah dan mengantinya. Wal’iyadzubillah
Maka, benarlah perkataan Umar bin Khattab,
yang beliau sampaikan kepada para pasukannya bahwa dosa-dosa yang dimiliki oleh pasukannya jauh lebih ia takuti dari pada jumlah dan kekuatan musuh-musuh mereka.
3. Amal Shalih
Saudaraku, amal shalih merupakan sarana mempercepat datangnya pertolongan dan rahmat Allah Ta’ala. Bila melihat keadaan kaum muslimin pada hari ini ibarat melihat bebuihan yang ada di lautan. Jumlahnya tidak sama sekali mengendorkan nyali musuh. Hal ini dikarenakan umat Islam yang telah jauh meninggalkan amal-amal shalih.
Walaupun ada di antara mereka yang beramal shalih, namun amal-amal shalih itu sangatlah sedikit, kalau tidak demikian maka amal-amal shalih itu sekedar ritual dan rutinitas sehari-hari. Dan sangat sedikit di antara mereka yang memahainya dengan benar.
Contoh saja, banyak para wanita muslimah yang shalat dan puasa, tapi di sisi lain mereka masih memamerkan aurat dan mengumbar syahwat mereka. Untuk itu, kita jadikan amalan shalih kita sebagai pendobrak keterasingan dan kekalahan umat ini. Karena kita akan dimenangkan oleh Allah Ta’ala bukan karena banyaknya jumlah dan kekuatan kita, malainkan karena kebenaran din ini. Wallahu ‘alam
Penulis: Abdullah
Sumber: Majalah An-Najah edisi 61
Editor: Ibnu Jihad