An-Najah.net – Munafik tetaplah munafik. Berbicara hukum Islam dan penerapannya, sejatinya kita akan membicarakan para munafikin yang tidak menyukainya dan berusaha untuk menghalang-halangi manusia darinya. Hal in sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”. (An-Nisa’: 61,62)
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah ketika menjelaskan ayat ini berkata, Allah Ta’ala mencela orang-orang yang mengaku beriman kepada seluruh kitab suci sedang mereka meninggalkan berhukum kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta berhukum kepada sebagaian thaghut yang diagungkan selain Allah Ta’ala. (Ibnu Taimiyah, Tafsir Al-Quranul Adzim, cet. II, jilid 2, hal. 346)
Sebagaimana ayat ini juga mengenai banyak orang-orang yang mangaku beragama Islam tetapi dalam masalah hukum mereka kembali kepada para Shabiyah Filosof atau selain mereka atau kepada sistem hukum sebagian raja-raja yang keluar dari syariat Islam seperti raja-raja Turki dan lain-lain.
Janji Dusta
Jika dikatakan kepada mereka, marilah berhukum kepada Al-Kitab dan As-Sunnah Rasulullah Saw, mereka sangat berpaling, namun ketika akal, din atau dunia mereka ditimpa musibah dengan syubhat dan syahwat atau jiwa dan harta mereka ditimpa musibah sebagai hukuman atas kemunafikan mereka, mereka berkata, “Kami hanya ingin berbuat baik dengan merealisasikan ilmu agar sesuai perasaan dan mengkompromikan antara dalil-dalil syari dengan penalaran yang pasti”, padahal hal itu sebenarnya adalah dugaan-dugaan semata dan syubhat.
Penyakit kemunafikan ini telah banyak menimpa kaum muslimin hari ini dan tersemai kuat dalam jiwa raga mereka. Karenanya tidaklah heran bila kita menyaksikan para munafikin ini sangat getol dalam memadamkan hukum-hukum Allah Ta’ala dari dada kaum muslimin dengan berbagai alasan. Bahkan, mereka bersumpah atas nama kemaslahatan persatuan umat dan integritas (mutu, memiliki petensi) bangsa (tidak berdampak kontra-produktif terhadap tatanan kehidupan yang damai).
Lebih dari itu, sekiranya hukum-hukum Allah Ta’ala itu ingin ditegakkan maka harus ada pentakwilan dan penafsiran kembali terhadap hukum-hukum tersebut, agar tidak melanggar HAM dan berada dalam koredor Maqosidusy Syari’ah.
Islam Perlu Dikaji Ulang
Hal itu sebagaimana pernah diungkapkan oleh Prof. Dr. Musdah Mulia (seorang tokoh sekaligus aktivis JIL) bahwa dalam penegakan dan penerapan hukum Islam harus memperhatikan prinsip rasionalisasi dan reaktualisasi terhadap hukum-hukum Islam tersebut yaitu pemahaman dan pengkajian kembali terhadap seluruh trasisi Islam, termasuk penafsiran Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan memahaminya secara moral, intelektual, kontekstual, dan tidak terpaku pada legal-formalnya yang cenderung parsial dan lokal. (Pembaharuan Hukum Islam, oleh: Prof. DR. Musdah Mulia, hal. 5,6)
Prinsip inilah yang ingin dibangun oleh kuam munafikin, yaitu mentakwil dan menafsirkan kembali seluruh hukum-hukum Islam tersebut, dan itu tidak akan mungin terjadi kecuali dengan pengkajian ulang terhadap seluruh penafsiran Al-Qur’an da As-Sunnah yang menurut mereka bahwa penafsiran klasik yang dilakukan oleh para ulama terdahulu tidak lepas dari pemikiran atau interpretasi (pemberian kesan) para ulama terhadapnya yang tentunya masih bersifat insaniyyah (kamanusian) dan temporal yang sangat mungin sekali salah. Waliyadzubillah.
Untuk mewujudkan cita-cita “keji” mereka ini, para munafikin akan menempuh segala cara, baik yang bersifat legal-formal ataupun tidak. Di antaranya, media massa dan cetak. Kedua sarana ini bener-bener mereka manfaatkan untuk mengusung dan menyebarkan ide-ide anti hukum Islam kepada seluruh kaum muslimin.
Islam Harus Hancur
Mereka siap membayar berapapun jumlahnya untuk meng-golkan tulisan dan ide-ide mereka ke dalam media massa maupun cetak. Karenanya, untuk mendapatkan tulisan-tulisan yang berbau anti hukum Islam tersebut baik pada media massa maupun cetak tidaklah sulit. Seperti, anti poligami, anti hudud (hukum had bagi pra pelaku dosa besar), anti pendidikan Islam, anti jilbab, dan anti Negara Islam.
Bahkan mereka rela menyelenggarakan berbagai macam seminar, diklat, training, dan penataran lainnya, untuk menyukseskan tujuan mereka.
Untuk itu kita saksikan arus perlawanan yang anti dengan hukum Islam ini datang dari perguruan-perguruan tinggi Islam. Dengan berbagai dalih ilmiyah yang terkesan dipaksakan untuk berislam tanpa hukum Islam, atau yang lebih ekstrim lagi sebagaimana yang mereka dengungkan syariat Islam tanpa negara Islam.
Ini adalah bentuk kemenangan kaum munafikin pada hari ini. Dengan kekuasaan dan jabatan yang mereka sandang, dengan leluasa mereka membuat arutan dan hukum yang menyelelisihi hukum-hukum Islam. Sehingga kita saksikan kebanyakan kaum muslimin sama sekali tidak mengenal hukum Islam keculi hukum-hukum ibadah harian saja, itupun sudah banyak yang diselewengkan.
Lebih dari itu, para munafikin menggandeng tangan para murji’ah zaman ini untuk menyampaikan kepada kaum muslimin bahwa selama tidak menihilkan dan juhud terhadap hukum Islam, maka para pelaku yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta’ala tidaklah kafir.
Mereka juga berdalih yang terpenting sekarang ini adalah bagaimana mensejahterakan rakayat dan meingkatkan kemakmuran negara. Pada kelanjutannya, apapun yang berbau Islam dan syariat Islam perlu dikoreksi ulang bahkan kalau perlu diganti. Waliyadzu billah
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari segala subhat di era ini, sehingga kita tetap berada dalam jalan-Nya yang lurus. Amin, wallahu ‘alam.
Penulis : Azhar
Sumber : Majalah An-Najah edisi 66, hal 10,11
Editor : Ibnu